Avenu Shalom Alaechim! Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman.**** Yeh. 1:28 Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,Yer 9:23.

02 Februari 2014

GKJ PGRN: Gereja yang Berperan Serius dalam Menanam & Menyemai Anak-anak Sekolah Minggu-nya

GKJ PGRN:
Gereja yang Berperan Serius
dalam Menanam & Menyemai Anak-anak Sekolah Minggu-nya

Sebuah Liputan Kesaksian Pdt. Angrh.



Minggu 26 Januari 2014 pagi pukul 06.30 WIB, kami warga GKJ Tanti wilayah Kl dan beserta pemuda-pemudi GKJ Tanti berkumpul bersama di rumah penatua majelis yaitu Ibu Sri, untuk bersiap berangkat ke Smn, Gunungkidul mengendarai bus wisata.
Meskipun bus tidak terlalu penuh terisi penumpang, namun kami berangkat dengan sukacita. Rute perjalanan ke Smn Gunungkidul yang semula akan mengambil jalur melewati Klaten berubah menjadi rute melewati Jl. Raya Wonosari. Melewati jalan yang katanya akan penuh dengan pemandangan yang indah. Di dalam perjalanan yang berliku dan naik-turun sempat teman kami ada yang mabuk, dan pusing. Tapi untung ibu Arif begitu perhatian dengan membawa obat-obatan seperti antimo dan minyak kayu putih. Juga ibu Arif dan ibu Podang begitu perhatian melayani, membagikan makanan dan minuman kepada para penumpang.
Akhirnya sampailah kami ke tujuan, yaitu GKJ Pgrn. Tampak kami lihat sebelum turun, ada sebuah gereja yang elok, megah, bergaya arsitektur Eropa bertengger diatas perbukitan batu yang kokoh. Tampak asri dan hijau. Kami pun turun dan harus berjalan menaik untuk mencapai GKJ Pgrn.
Tak lama ibadahpun dimulai. Kami memuji Tuhan, mendengarkan firman dan beramah tamah di gereja. Saya sempat kagum kepada bapak pendeta. Beliau menyebutkan dalam doanya, diantaranya “persembahan pujian”. Sangat menyentuh, karena warga GKJ Tanti yaitu dik Shasa dan juga koor Gema Khalista juga mengisi persembahan pujian di GKJ Pgrn.

Sampai kepada acara ramah-tamah, dari GKJ Tanti wilayah Kalasan menyampaikan kata-kata sambutannya. Diantaranya Bpk. Elisa sebagai penggagas acara, dan Ibu Sri sebagai majelis wilayah. Dilanjutkan sambutan dari majelis GKJ Pgrn dan bapak Pdt. Angrh. Dan tak lupa dari ibu Sri menyampaikan sesuatu dan oleh-oleh bingkisan kepada GKJ Pgrn.
Selanjutnya acara dilanjutkan ramah-tamah dan temu hangat di kediaman bapak Elisa semasa kecil. Dengan berjalan kaki, kami semua masuk ke sebuah rumah bangunan joglo kayu bernuansa asli pedesaan. Kami disuguhi, jajanan dan makanan tradisional diantaranya: gathot dan tiwul, kacang rebus, pisang rebus, dan buah-buahan hasil tani. Kemudian disambung makan siang dan cerita kesaksian oleh bapak Pdt. Angrh Tentang seluk beluk pelayanannya di GKJ Pgrn.
Pdt. Angrh adalah sosok pendeta yang masih muda dan bersemangat. Dari nada suaranya yang keras menggambarkan bahwa pesan yang ingin disampaikan itu sungguh-sungguh ingin dibagikan untuk semua orang. Sampai kami beberapa pemuda yang duduk di belakang pun sangat jelas mendengar suara bapak pendeta Anugrah. Gaya bicara itu juga Nampak ketika beliau menyampaikan Firman sewaktu di gereja. Beliau juga sosok pendeta yang melayani di sebuah desa yang begitu jauh dari hiruk pikuk kota namun tetap mempunyai dan membagikan wawasan dan cara pandang yang maju. Kehangatan dan keramahtamahan beliau juga tercermin bagaimana, beliau menyambut jemaat tamu dan semangatnya untuk membagikan kesaksian pelayanannya. Ditengah pelayanan jemaat di GKJ Pgrn yang rata-rata berusia lanjut, namun pembawaanya tetap muda, energik, dan lebih bebas namun sopan.
Sangatlah menarik kalau kami sebagai orang kota, sesekali belajar ke desa. Untuk itu simak liputan, kontribusi jurnalis SolaAgape yang sempat kami rekam dari penuturan bapak Pdt Angrh berikut ini.
Pdt Angrh adalah seorang pendatang di Smn Gunungkidul. Beliau berasal dari dari Sukoharjo. Bila dihitung perjalanan maka ditempuh setengah jam dengan sepeda motor dari Smn menuju ke daerah kelahirannya. “Saya ada disini sejak tahun 2003, masih bujang. Diboyong di sini bulan November 2003 dan ditahbiskan Oktober 2004. Jadi ini tahun ke-10 saya melayani. Dalam kacamata saya di sini, gereja ini unik dan menarik sebagai orang yang datang kemudian.”
Apa keunikan GKJ Pgrn?

1. Tuhan itu memakai anak-anak menjadi alat untuk menumbuhkan iman dan menyampaikan keselamatan bagi umat di sini.

Kenapa anak-anak? Karena dari sejarahnya, Kekristenan atau Injil muncul dan menarik perhatian masyarakat di sini. Berawal dari peristiwa seorang anak bernama Mardi, anak Mbah Notodikromo.  Seorang anak ini sakit ketika menggembalakan ternak. Lalu sakit itu sampai tiga hari tidak tertolong (tidak sembuh) meskipun sudah di bawa kemana-mana, dicarikan dukun ke mana-mana, tidak sembuh-sembuh. Sampai pada suatu hari orang tuanya mendengar ada seorang dukun di daerah Wuryantoro Wonogiri terkenal dengan nama Mbah Lurah Betek. Yang kemudian mengobati anak ini dan menjadi sembuh.

Aturan Jawa yang mencengkeram lebih kuat dibandingkan Hukum Taurat

Kesembuhan seorang anak ini lalu menjadi titik tolak orang-orang di sini untuk mencari tahu. Apa sih yang bisa membuat anak ini bisa menjadi sembuh? Lalu Mbah Lurah Betek ini bercerita, ”Kalau orang seperti aku ini, tidak lagi dikuasai oleh ujar. Hidupnya tidak lagi dikuasai oleh ujar, dan menjadi orang yang merdeka”. Nah lalu pernyataan itu menjadi menarik lagi. Kenapa? Karena menurut beliau orang Jawa itu selalu dicengkeram, dengan lebih berat daripada angger-angger Taurat.

Orang Jawa itu selalu dicengkeram,
dengan lebih berat daripada
Angger-angger Taurat.

Contohnya mau cari isteri, pergi ke utara dan barat  tidak boleh, satu, tiga tidak boleh dan lain sebagainya, orang Jawa itu selalu dikuasai dan di cengkeram. Lalu Mbah Lurah Betek mengatakan, “kalau menjadi seperti saya itu, akan terbebas dari semua hal, menjadi orang yang merdeka dan bersyukur”. Karena itu menjadi semakin menarik, ketika tertarik kemudian belajar apa itu kekristenan dari mbah lurah Betek. Kemudian dihimpunlah kelas Katekisasi, istilah sekarang. Mengikuti pelajaran agama, lalu dimulai tiga keluarga, bertambah banyak dan semakin bertambah banyak. Bermula dari seorang anak lalu gereja ini bertumbuh. Itu sejarah  Injil kemudian dikenal di sini.

Bermula dari seorang anak
lalu gereja ini bertumbuh.




Injil berkembang & bertumbuh melalui seorang anak-anak

Lalu bagaimana Injil bertumbuh menjadi semakin besar. Juga melalui seorang anak. Karena ketika saya mencermati peristiwa demi peristiwa, perjalanan dari perjalanan ke perjalanan. Ternyata anak-anak dipakai Tuhan menjadi alat yang luar biasa! Saya banyak mendengar kesaksian dari jemaat di sini, bahwa mereka itu mengenal Kristen semula anaknya dulu. Jadi dulu sekolah minggu itu menjadi pertemuan yang sangat menarik bagi anak-anak di sini. Dan dari situ kita  bisa membayangkan. Bahwa dulu memang nggak ada acara yang bagus-bagus, sinetron belum ada, tendangan si Madun belum tayang sehingga acara sekolah minggu (SM) menjadi sangat menarik. Tidak hanya anak-anaknya orang Kristen tetapi juga anak-anak yang lain ikut kegiatan sekolah minggu. Nah ketika prosesnya berjalan, mereka ikut saja sampai kemudian mereka setelah sekolah minggu, katekisasi, dan akhirnya sidhi, dan baptis. Setelah anak-anak menjadi Kristen kemudian mengajak orang tuanya untuk menjadi Kristen. Nah, Injil berkembang dan bertumbuh melalui seorang anak-anak. Selain memang ada anak-anaknya orang Kristen yang semula belajar dari Mbah Lurah Betek tadi. Anak-anak menjadi bertumbuh dan berkembang.

2. Alat musik pek-bung sebagai alat pekabaran Injil.

Perkembangan Injil menjadi semakin menarik karena ada alat yang unik ditempat ini. Namaknya Pek-bung. Pek-bung itu suatu perangkat alat musik yang diciptakan oleh salah satu warga di sini namanya pak Pranoto Siswoyo, yang  menjadi majelis pertama di sini. menciptakan rangkaian alat musik dari bambu, dua batang, dua bumbung, di dalamnya ada bambu kecil untuk bas, ditiup-tiup, kemudian ada klenting yang diubah menjadi gendang, seruling, lalu ada kentongan. Dan alat itu musik itu masih dilestarikan sampai sekarang.

Jemaat tamu tadi memang tidak disuguhkan. Tapi even-even besar seperti Natal atau apapun selalu ditampilkan dan masih ada sampai sekarang. Hal itu menjadi menarik bagi masyarakat karena pada waktu itu kesenian akhirnya itu menjadi sesuatu yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada masayarakat. Dan di sini terkenal juga dengan daerah ledhek. Di sebelah timur desa ada kebudayaan ledhek. Memang masyarakat disini akrab dengan kegiatan-kegiatan seni, yang kemudian menjadi suatu alat kesaksian yang menarik bagi masyarakat, yang selalu ditampilkan.

Awal mula namanya pek-bung begitu karena suaranya memang pek dan bung. Sekarang terkenal dengan nama ben kesot. Karena memang permainannya dengan duduk atau kesot. Dengan itu menjadikan pertumbuhan pekabaran Injil menjadi semakin berkembang, dan anak-anak kembali mendapatkan peran yang istimewa dari Tuhan.

3. Keunikan masyarakat desa pegunungan

Keunikan berikutnya bagi jemaat di sini adalah, ketika kami ada di tengah-tengah masyarakat desa pegunungan yang secara geografis tidak menjanjikan untuk masa depan kehidupan. Maka banyak orang meninggalkan tempat ini, pak Soetiyanto salah satunya. Dia lihat tidak ada harapan di sini, kemudian merantau ikut orang dan seterusnya seperti itu tipikalnya. Sekolah SD lalu ikut orang, ngenger, ikut orang lain, disekolahkan lalu bekerja, dst.

Jadi situasi sosial, urbanisasi, itu menjadi konteks sosial kami, sehingga rata-rata yang ditempat kami sudah sangat sepuh. Yang potensial yang masih kuat, masih roso banyak yang merantau. Jadi dari kecilm ikut SM, lalu kemudian sudah SMA sidhi, lalu mereka pergi. Jadi majelis di Kalasan jadi majelis di Jakarta, jadi majelis dimana gitu, mengajar SM di sana. Demikian yang terjadi fenomenanya. Mereka mengenal Injil di sini dipelihara, kemudian mereka berbuah di tempat lain. Dan buat saya itu unik.

Kadang-kadang ketika awal mula pelayanan saya sering kali mucul dalam saya, “sesuk gerejane soyo kebak opo soyo entek”. Pikiran saya waktu itu begitu. Kenapa? Karena yang tinggal ya hanya orang-orang tua, nanti kalau sudah pensiun pulang, dan sudah tua. Dan ketika potensial  mereka ada di tempat lain. sempat berpikir seperti itu bahwa “gereja ini akan makin penuh atau makin kosong?”. Pergumulan saya pada waktu di awal-awal pelayanan saya. Karena melihat gedung gerejanya sebesar itu jemaatnya hanya di tengah itupun sudah sepuh-sepuh. Dahulu sebelum ada sekolah minggu, gedung SM di belakang. SM jamnya berbeda, lalu kemudian di sebelahnya anak-anak sedang bermain bola ketika bapak-ibunya kebaktian. Karena saking luasnya gedungnya. Jemaat di induk ini berjumlah XX6 orang, terdiri X1 anak-anak, dan sisanya orang-orang dewasa. Jumlah seluruhnya untuk GKJ Pgrn adalah XX5 orang dengan pepantahan. Gereja kami memiliki satu induk dan lima pepantahan, XX5 orang seluruhnya (yang tercatat). Yang tinggal kira-kira separuh, yang separuh ada di perantauan.

Namun ketika kami bergumul dengan kondisi sesuatu yang seperti itu ada suatu pernyataan yg sangat menarik lalu tertanam di hati saya. Kemudian saya mengajak untuk dihayati oleh semua orang di sini bahwa ternyata menurut kami itulah peran yang Tuhan minta untuk kami. Peran yang Tuhan berikan adalah menanamkan benih iman dan menyemainya.
  

“Peran yang Tuhan berikan adalah
menanamkan benih iman dan menyemainya”.

 Ketika saatnya mereka harus pindah tempat, pindah ketempat lain bertumbuh dan berbuah, itu merupakan urusan Tuhan. Jadi kami menghayati di sini bahwa kami adalah gereja penyemaian. Itu peran istimewa yang diberikan Tuhan kepada kami. Sehingga kami harus menaman benih dan menyemainya sampai saatnya nanti mereka siap, misalnya harus pindah tempat. Dan biarkan mereka bertumbuh di sana, berbuah di sana, terserah buahnya yang merasakan orang lain. Ya itu karya Tuhan, tidak perlu khawatir kepada kami.  Jadi itu peran yang begitu istimewa. Nah keunikan ini mulai bertumbuh dari anak-anak berkembang juga melalui anak-anak. Dan sekarang peran istimewa yang Tuhan berikan melalui anak-anak itu, yang kemudian membuat kami harus fokus dan serius. Anak-anak harus dikelola dengan memberikan perhatian yang ekstra. Oleh karena itu SM di sini tidak hanya dilakukan hanya hari minggu saja. Tapi tiga kali dalam seminggu. Pada hari Kamis, Sabtu, dan Minggu. Kami mengelola anak-anak tiga kali dalam seminggu dengan harapan, benihnya ditanam dengan sangat baik,  disemai dengan sangat baik, dan saatnya bertumbuh, mereka akan bertumbuh menjadi tumbuhan yang kuat, kokoh dan berbuah lebat.


Nah oleh karena itu kami memberikan, dan berjuang untuk menyediakan fasilitas pelayanan SM yang sangat baik. Oleh karena itu kami memimpikan gedung  sekolah minggu yang dibelakang. Itu belum lama kami miliki Pada saat kami memimpikan kami belum punya apa-apa, hanya berdoa, “Tuhan kami ingin punya gedung SM supaya anak-anak tidak lagi  terggangu juga dengan kegiatan orang tua. Supaya anak-anak  seringkali tidak terusir dengan kegiatan-kegiatan orang tua”. “Bukankah yang sering terjadi seperti itu tho?” “Kalau kegiatannya bersmaan maka anak-anaknya di suruh minggir. Ini mau dipakai sama bapak-bapak dan ibu-ibu. Guru SM lalu merasakan sakit hati.

Nah oleh karena itu memang kami berdoa kepada Tuhan suatu saat kami ingin tempat untuk SM yang lalu kemudian tidak menimbulkan gangguan untuk semua orang. Lalu kemudian kami berdoa. Dan suatu saat ada mahasiswa dari Universitas Kristen Maranatha datang ke sini dan ingin tinggal di sini selama seminggu. Kemudian kami terima dan kami sambut dengan sukacita dan kemudian mereka belajar menanam mereka belajar bertani selama seminggu, mengenal apa yang dilakukan para petani. Nah ketika mereka pulang mereka bertanya, ”Pak kami ingin berbuat sesuatu apa, yang bias kami lakukan?”. Lalu saya bilang saya ingin punya gedung SM. Lalu kemudian mereka memberikan sejumlah uang yang menurut kami jauh dari cukup, waktu itu kami diberi uang sepuluh juta. Lalu saya bilang, “Kita mulai sekarang!”. Banyak orang bingung 10 juta mau buat apa? Lalu kemudian setelah dimulai, kita mulai sekarang dengan uang 10 juta. 10 juta itu yang 9,5 jt berikan kepada saya. Yang 500 nggak tau nanti mau buat apa?
Tapi kami mulai. Nah, ketika sedang mulai berjalan lalu kemudian jemaat mulai terlibat. Memberi peran serta pertisipasi lalu kemudian bisa berdiri bangunan yang belum sempurna. Kemudian setelah itu, ketemu dengan orang yang mengatakan gereja mana yang lagi membangun? Lalu kemudian saya katakan, kami tidak sedang membangun gereja tapi apa yang kami lakukan itu dibutuhkan oleh gereja. Terutama gereja-gereja di kota. Karena kami sedang ingin mempunyai tempat untuk mengelola anak-anak SM dengan sangat serius.

Kemudian mereka mau terlibat luar biasa bahkan bukan hanya gedungnya, kami sekarang punya perpustakaan untuk anak-anak. Kami punya perlengkapan multimedia yang sangat bagus menurut kami sangat bagus. Kami punya perlengkapan sound system yang lebih bagus dari yang dimiliki oleh orang-orang dewasa di tempat ini. Nah kalau tadi diberi oleh-oleh, kayaknya sih buku, walaupun masih dibungkus tapi kayaknya sih buku. Itu menjadi sangat berharga buat kami.  Karena dengan perpustakaan yang sudah kami miliki ditambah lagi, itu akan membuat minat baca anak-anak bertambah. Sekarang ini perpustakaannya bergulir menjadi lumayan bagus. Kami ikut lomba perpustakaan se-kabupaten Gunung Kidul dan mendapatkan juara tiga. Itu menjadi sesuatu yang kami perhatikan dengan sangat serius karena peran kami sebagai gereja yang memang dikehendaki Tuhan. dari perjalanan itu, kami lalu mendapat kesimpulan bahwa gereja ini memang dikehendaki Tuhan untuk menanamkan benih dan menyemai.

Kisah pembangunan gedung GKJ Pgrn

Tentang gedung GKJ Pugeran yang ada di depan, Pdt. Angrh menuturkan bahwa saat ia datang di sana, besarnya sudah seperti itu. “Saya hanya mendengar cerita saja, bahwa dahulu gedung gereja tersebut terbuat dari gedeg (anyaman bambu) yang atapnya bocor. Kemudian jemaat ingin membangunnya dan dibuatlah proposal dengan anggaran Rp 29 juta. Dan salah satu proposal itu dikirimkan kepada Bapak Prawiro.” “Lalu kesaksian yang saya dengar yaitu, “Berapa jumlah jemaatnya?”. Jawab: “X00 orang.” “Kalau begitu buat bangunan yang cukup untuk menampung X00 orang.” Permintaan proposal yaitu Rp 29 juta, namun yang diberikan Rp X00 juta. Tetapi dengan tuntutan yang Rp X00 juta harus berasal dari jemaat, karena gambarnya saja nilainya Rp X00 juta!”



Nah, warga pun bingung, “Ini Rp X00 juta dari mana bisa didapatkan kalau kami semua bermata pencaharian sebagai petani?” Kemudian mereka menilai ongkos Rp X00 juta itu untuk ongkos pengerjaannya. Warga mengerjakan pembangunan dengan kerjabakti selama 2 tahun. Dua tahun dikerjakan, para ibu memasak untuk mengirim makanan ke gereja, dan para bapak mengerjakan selama 2 tahun. Dan kita anggap itu Rp X00 juta.

Demikianlah hal-hal besar yang terjadi di tempat ini. Dari kacamata saya sebagai seorang Pendeta yang datang kemudian. Ada banyak karya Allah yang megah. Jadi kalau seringkali ada orang yang datang dan mengatakan “Wah gedungnya megah ya?” Itu bukan kemegahan kami, itu adalah kemegahan karya Tuhan, pekerjaan Tuhan yang membuat semua itu bisa terjadi. Karena kami tidak pernah membayangkan memiliki gedung seperti itu. Yang kami bayangkan Rp 29 juta. Yang datang Rp X00 juta. Yang dibayangkan hanya kesembuhan seorang anak bernama Mardi, tetapi ternyata mendatangkan keselamatan bagi banyak orang. Itulah yang membuat saya secara pribadi belajar iman dari jemaat ini. Ketika saya datang, saya bertanya, “Apa yang menjadi penghidupan jemaat di sini?” Ketika saya mendengar ceritanya lalu saya bertanya, “Bagaimana mereka bias hidup?” Karena dalam perhitungan matematika saya nggak masuk akal. Dengan pertanian yang mereka kerjakan dan kehiduan yang harus mereka jalani dengan kebutuhan di zaman ini, nggak masuk akal.

Lalu pertanyaan saya mengapa mereka bisa hidup? Dan sampai sekarang? Saya belajar beriman dari mereka, saya belajar ilmu teologi di kampus tapi saya belajar beriman di tempat ini. Bagaimana jemaat ini terus menjalani kehidupannya dan bertumbuh dengan segala kebutuhan yang harus  dilakukan. Gedung gereja ini adalah gedung gereja paling besar se-Gunung Kidul. Dan itu tidak pernah dibayangkan oleh jemaat ini. SM kami gedungnya paling megah, paling lengkap, paling mewah, se-Gunung Kidul. Hal itu tidak pernah kami bayangkan. Itu adalah kemegahan karya Tuhan. Dari situlah kami belajar beriman, kami belajar bagaimana kasih Allah itu memelihara. Dan itu yang membuat kami tidak perlu lagi khawatir ketika melihat keadaan orang-orang tua.
Ketika anak-anak mereka di sini, kemudian setelah dewasa pergi. Karena ketika mereka pergi ternyata mereka berbuah ditempat lain,namun mereka juga tidak melupakan. Ada paguyuban Diaspora yang terbentuk dari komunitas orang-orang perantauan di tempat ini. Setiap 5 tahun sekali mereka pulang bersama-sama untuk merayakan Natal bersama jemaat. Di tempat-tempat mereka merantau ada persekutuan yang dibangun. Kalau saya pengen seperti temen-teman dari gereja Kharismatik mungkin disana sudah saya dirikan pepanthan di Jakarta. Karena jumlahnya lebih dari pepanthan. Layak kemudian untuk disebut pepantan. Di tempat lain juga nah tetapi mereka tetap bersekutu, mereka. Dan itu sungguh membuat saya sebagai pendatang, orang yang baru kemudian hari dating, kagum. Dengan apa yang mereka kerjakan. Mereka tetap ada namanya di Jakarta Perdaksen Persekutuan pemuda Kristen Smn Ngawen. Mereka bersekutu mereka terus PAnya mereka kerjakan terus menjadi jemaat GKJ Nehemia menjadi jemaat GKI mana. Tapi mereka PA jemaat Pgrn di tempat-tempat perantauan. Mereka pulang setiap kali. Kalau panjenengan tadi lihat alat musik band yang begitu lengkap. Yaitu salah satu buah dari apa yang mereka kerjakan. Mereka pulang dan mereka berbuat sesuatu untuk jemaat di sisni jadi kami tidak merasa sia-sia ketika kami harus menanam benih dan kemudian menyemainya. Suatu saat mereka bisa berbuah bagi orang lain dan saatnya nanti mereka pasti ingat kok sama kita.

Paling tidak seperti apa yang dilakukan pak Elisa hari ini. Mereka bawa teman-temannya pulang untuk melihat. Itu adalah buah yang tidak pernah terpikirkan. Karena yang biasanya buah itu yang menikmati orang lain kan?! Namanya buah pisang itu yang menikmati saya dan penjenangan kan?! Pohon pisanngya kan nggak makan? betul nggak?! Tapi meskipun nggak makan mereka dipelihara sama yang makan. Itulah yang kemudian kami pikirkan meskipun mereka nanti berbuahnya di sana. Ada yang menjadi guru SM di suatu GKJ dimana? menjadi majelisnya dimana?  Pasti mereka akan juga pasti mereka akan berbuat sesuatu untuk kita. Itu yang menurut saya membuat kehiduapan ini menjadi seimbang dan itu yang membuat kita manjadi nyaman. Ketika kita menghayati kehidupan ini nggak seimbang kok kita memberi terus mengirim orang terus ke kota. Kapan kita dapatnya itu kita merasa nggak seimbang nanti nggak damai sejahtera dan nggak bahagia tapi ketika kita menganggap hidup ini seimbang kok saatnya kita member nanti, saatnya kita juga akan meneria mungkin bentuknya nggak sama tetapi. Itulah keseimbangan yang Tuhan nyatakan kepada kita sehingga prinsip yang baik menurut saya adalah:

·         bekerja yang keras,
·         berpelayanan yang keras,
·         berpersembahan yang banyak,
·         hasilnya nanti adalah urusan Tuhan. 
     Itu yang saya sampaikan kepada jemaat.

Berpelayanan yang keras, berpelayanan yang bersungguh-sungguh, bekerja dengan sungguh-sungguh, persembahan yang sungguh-sungguh. Hidup kita itu urusan Tuhan. Nah itu yang harus dipikirkan juga. Menurut saya. Pokoknya menyemai dengan sungguh-sungguh. Membuat dia imannya bertumbuh dengan sungguh-sungguh buahnya nah itu nanti urusan Tuhan. Kita terima buah seperti apa dan pasti Tuhan lebih bijak untuk memberikannya. Nah itu situasi gambaran yang bisa saya sampaikan. Kalau telalu  lama nanti saya kalah pamor sama nasi. Meskipun kelihatan mangguk-mangguk tapi sesekali melirik. Yaitu kira-kira apakah mungkin ada pertanyaan? Saya buka saja. Satu termin saja semoga nggak lama dan kalah pamor dengan makanan. Mari kalau ada yang mau bertanya memperjelas apa yang saya sampaikan dengan GKJ Pgrn.

Berikut sebuah pertanyakan oleh seorang guru SM bernama Nopi. “Saya mau tanya tentang kegiatan SM di sini? Tadi dikatakan seminggu itu ada kegiatan selama 3 kali. Apakah bias dijelaskan kegiatannya apa saja? Biar nanti bisa kami tiru.

Lalu Pdt. Angrh menjawab, “pada hari Kamis malam pukul setengah tujuh diadakan acara sepeti PA orang dewasa dengan berpindah-pindah tempat. Lalu kemudian hari Sabtu itu kami sebut sebagai Sanggar, kami bekerjasama dengan Yayasan Gloria. Untuk kemudian mengelola SM di hari Sabtu ini secara bersama-sama. Nah dari kegiatan SM ini kami berharap dapat mengarah kepada sisi sosial mereka. Mengunjungi  temannya, kemudian berbagi dengan teman-temannya. Hal itu menyentuh sisi social, supaya mereka dalam kegiatan sosial bertumbuh. Kegiatan hari Sabtu itu lebih kepada karakter. Jadi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak baca Alkitab, mengajak anak-anak kemudian membangun karakter mandiri.

Tujuannya supaya karakter Kristen itu tertanam dalam mereka dan  tidak perlu dengan membaca ALkitab. Hari Sabtu ini membuat orang yang tidak Kristen, anak-anak nya tidak Kristen, satu atau dua orang ada yang terlibat. Ketika mereka tahu bahwa kegiatannya tidak membaca Alkitab maka mereka mau masuk. Meskipun tidak membaca Alkitab, tetapi karakter yang mau ditanamkan adalah karakter Kristus.

Kemudian pada hari Minggu lebih pada penyampaian Firman. Hal ini lebih menyentuh pada sisi iman spiritual. Karakternya mau dibangun dan sisi sosialnya dibangun, dan sisi spiritualnya pun juga dibangun, sehingga anak-anak nanti diharapkan berpijak pada tiga kaki itu dengan baik.

Sementara Indra wakil dari Komisi Pemuda GKJ Tanti melontarkan pertanyaan mengenai kehidupan pemuda dalam bergereja. Apakah teman-teman pemuda di GKJ Pgrn eperti anak-anak yang memiliki program 3 kali dalam satu minggu juga ataun atau bagmana?

Pdt. Angrh pun menjawab, “pemuda kondisinya sedang  ada dalam pergumulan. Pergumulan yang sangat serius. Mengapa? karena sisi kontekstual kami adalah daerah perbatasan yang sangat berpengaruh. GKJ Pgrn berbatasan dengan Wonogiri. Kami berbartasan dengan Sukoharjo, berbatasan dengan Klaten. Berada di pojok utara dengan konteks sosial yang seperti ini menjadi sangat istimewa bagi kami, karena  pengaruh itu menjadi sangat kuat.

Pada masanya dulu gereja ini pernah merasakan peran pemuda yang sangat luar biasa pendewasaan ini gereja ini adalah buah dari pelayanan pemuda.  Pada sekitar tahun 1980-an di sini peran pemuda menjadi sangat luar biasa. Orang-orang yang sekarang menjadi majelis seperti pak Heri itu adalah seorang pemuda pada zamannya dan berpelayanan berjemaat di gereja ini. Tidak pernah membayangkan kalau kemudian pemuda itu juga berperan sangat istimewa sehingga peran pemuda menjadi sangat sentral, tetapi memang saat ini kami sedang bergumul dengan kondisi pemuda dengan konteks sosial yang seperti itu dan zaman yang semakin maju dan modern seringkali membuat pemuda-pemuda ini menjadi bergumul dengan sangat karena kegiatan yang sekarang ada, sangat standard.

Berbeda dengan sekolah minggu, kegiatan pemuda sangat sederhana. Bible atau PA tiap malam minggu, persekutuan gabungan tiap bulan sekali lalu kemudian kebaktian remaja jam 7 pagi, itu yang rutin selain itu ada kegiatan-kegiatan yang monumental seperti Natal. Kemudian siap dengan Natal, Paskah, namun belum ada sesuatu yang membuat kami merasa istimewa. Situasinya memang seperti itu, tapi memang saya maklumi. Pemuda yang sungguh-sungguh tidak ada. Yang ada adalah remaja SMA ke bawah yang emosinya sedang bergumul dengan masa pubernya, konteks sosialnya, nah yang benar-benar pemuda nggak ada. Jika ditanya pemudanya ada berapa pak? Nggak ada! Yang ada remaja. Karena seperti yang saya katakana, yang lulus SMA mereka lalu pergi. Di sana ditampung bersama saudara-saudaranya kemudian mereka bertumbuh.


Menutup termin tanya jawab, Pdt. Angrh mengajukan pertanyaan, “Masih ada pertanyaan? Saya yakin masih satu, tapi nggak diungkapkan. Ini makan siangnya jam berapa?” “geerrrr” diikuti tawa kami semua. “Kalau tidak ada, saya rasa cukup dan terima kasih. Demikianlah yang bisa kami bagikan, mudah-mudahan bisa bermanfaat dan menjadi inspirasi buat teman-teman. Dan kami pun bersyukur Karena ini membuat kami merasa bahwa banyak teman dan  banyak saudara. Kira-kira itu yang dapat saya sampaikan mohon maaf kalau banyak kata yang tidak berkenan dan monggo acara selanjutnya saya serahkan. (Kl, 2 Februari 2014-red)

Wikipedia

Hasil penelusuran

SolaAgape. Diberdayakan oleh Blogger.
 

My Blog List

Site Info

Padaleman Suci GKJ Tanjungtirto

Followers

Sekolah Agape Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template